PENDAHULUAN
Adanya beberapa kasus
yang berkenaan dengan penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa merupakan
realitas yang sering kita lihat dan kita dengar dalam setiap pemberitaan pers,
baik melalui media elektronika maupun media cetak. Sebut saja kasus penindasan
yang terjadi di indonesia ketika reformasi masih berkuasa, yakni penindasan
terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang diambil oleh penguasa dengan alasan
pembangunan. Atau juga realitas pengekangan dan pembungkaman kebebasan pers
dengan adanya menutup kebebasan beberapa media massa oleh penguasa.
Kemungkinan akan adanya kekuatan masyarakat sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni masyarakat madani. Pengertian civil society dianggap sama dengan pengertian negara yakni suatu kelompok/kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain.
Kemungkinan akan adanya kekuatan masyarakat sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni masyarakat madani. Pengertian civil society dianggap sama dengan pengertian negara yakni suatu kelompok/kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain.
A. Pengertian
Masyarakat Madani
Istilah masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi.
Dalam bahasa Inggris ia lebih dikenal dengan sebutan Civil Society. Masyarakat
Madani disebut juga civil society sebab mempunyai arti ruang yang bebas baik
dari pengaruh keluarga maupun kekuasaan negara.[1] Istilah
civil society pertama kali dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat
politiknya dengan istilah societies civilis, namun istilah ini mengalami
perkembangan pengertian. Kalau Cicero memahaminya identik dengan negara, maka
kini dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga masyarakat madani sebagai area tempat berbagai gerakan sosial
[seperti himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok keagamaan, dan
kelompk intelektual] serta organisasi sipil dari semua kelas [seperti ahli
hukum, wartawan, serikat buruh dan usahawan] berusaha menyatakan diri mereka
dalam suatu himpunan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri mereka sendiri
dan memajukkan berbagai kepentingan mereka. Secara ideal masyarakat madani ini
tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat berhadapan dengan
negara, melainkan juga terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan
masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan
[pluralisme]. Masyarakat Madani merupakan wacana yang telah mengalami proses
yang panjang, yang muncul bersamaan dengan proses modernisasi, terutama pada
saat terjadi transformasi dari masyarakat foedal menuju masyarakat barat modern
yang saat itu lebih dikenal dengan civil socity.[2]
Masyarakat
madani merupakan penerjemahan dari konsep civil
society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim bahwa
yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang
diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan masyarakat.[3]
Memberlakukan
nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan hukum, jaminan kesejahteraan bagi
semua warga, serta perlindungan terhadap kelompok minoritas. Kalangan pemikir
muslim menganggap masyarakat Madinah sebagai prototype masyarakat ideal produk
Islam yang bisa dipersandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep civil
society.
Kesimpulannya, bentuk masyarakat madani adalah suatu komunitas
masyarakat yang memiliki kemandirian
aktivitas warga masyarakatnya yang berkembang sesuai dengan potensi budaya,
adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai
keadilan, prinsip kesetaraan, penegakan hukum, jaminan kesejahteraan,
kebebasan, kemajemukan, dan perlindungan terhadap kaum minoritas. Dengan
demikian, masyarakat madani merupakan suatu masyarakat ideal yang
dicita-citakan dan akan diwujudkan bumi Indonesia, yang masyarakatnya sangat
plural.
B. Sejarah
Perkembangan Masyarakat Madani
Seperti yang telah ditulis sebelumnya pada pengertian
civil society atau masyarakat madani, bahwa wacana civil society merupakan
konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat
yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan
masyarakat industri kapitalis. Konsep ini pertama kali lahir sejak zaman Yunani
kuno. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka perkembangan wacana
civil society dapat di runtut dari masa Aristoteles. Pada masa ini
(Aristoteles, 384-322 SM) Civil Society dipahami sebagai sistem kenegaraan
dengan menggunakan istilah koinoniah politike, yakni sebuah
komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai
percaturan ekonom-politik dan pengambian keputusan. Istilah ini juga
dipergunakan untuk menggambarkan suatu masyarakat politik dan etis dimana warga
negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum.
Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius
Cicero (106-43 SM) dengan istilah Societies Civilies, yaitu sebuah
komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Terma yang dikedepankan oleh
Cicero ini lebih menekankan konsep negara kota (City State), yaitu untuk
menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan
yang terorganisasi. Konsep ini dikembangkan pula oleh Thomas Hobbes (1588-1679
M) dan Jhone Locke (1632-1704 M). Selanjutnya di Prancis muncul John Jack
Rousseau, yang tekenal dengan bukunya The Social Contract (1762). Dalam buku
tersebut J.J. Rousseau berbicara tentang pemikiran otoritas rakyat, dan
perjanjian politik yang harus dilaksanakan antara manusia dan kekuasaan.
Pada tahun 1767, wacana civil society ini di
kembangkan oleh Adam Ferguson dengan mengambil konteks sosio-kultural dan
politik Scotlandia. Ferguson menekankan civil society pada sebuah visi
etis dalam kehidupan bermasyarakat. Pemahaman ini digunakan untuk
mengantisipasi peruahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan
munculnya kapitlisme serta mencoloknya perbedaan antar publik dan individu.
Karena dengan konsep ini sikap solidaritas, saling menyayangi serta sikap
saling mepercayai akan muncul antar warga negara secara alamiah.
Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana sivil society
yang memiliki aksentuasi yang berbeda dengan sebelunya. Konsep ini dimunculkan
oleh Thomas Paine yang menggunakan istilah sivil society sebagai kelompok
masyarakat yang memilikiposisi secara diametral dengan negara, bahkan
dianggapnya sebagai antitesis dari negara. Dengan demikian, maka civil society
menurut Paine ini adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan
memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.
Perkembangan civil society selanjutnya dikembangkan
oleh G.W.F Hegel (1770-1831 M), Karl Mark (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci
(1891-1837 M). Wacana civil society yang dikembangkan oleh ketiga tokoh ini
menekankan pada civil society sebagai elemen idologi kelas dominan. Pemahaman
ini lebih merupakan sebuah reaksi dari model pemahaman yang dilakukan oleh
paine (yang menganggap civil society sebagai bagian terpisah dari negara).
Periode berikutnya, wacana civil society dikembangkan
oleh Alexis de ‘Tocqueville (1805-1859 M) yang berdasarkan pengalaman demokrasi
Amerika, dengan mengembangkan teori civil society sebagai intitas penyembangan
kekuatan. Bagi de ‘Tocqueville, kekuatan politik dan civil societylah yang
menjadikan demokrasi di Amerika mempunyai daya tahan. Dengan terwujudnya
pluralitas, kemandirian dan kapasitas politik di dalam civil society, maka
warga negara akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
Di Indonesia, masyarakat madani sebagai terjemahan
dari civil society diperkenalkan pertama kali oleh Anwar Ibrahim (ketika itu
Menteri Keuangan dan Timbalan Perdana Menteri Malaysia) dalam ceramah Simposium
Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada Festival Istiqlal, 26 September 1995
Jakarta. Istilah itu diterjemahkan dari bahasa Arab mujtama’ madani, yang
diperkenalkan oleh Prof. Naquib Attas, seorang ahli sejarah dan peradaban
Islam dari Malaysia, pendiri ISTAC. Kata “madani” berarti civil atau
civilized (beradab). Madani berarti juga peradaban, sebagaimana kata Arab
lainnya seperti hadlari, tsaqafi atau tamaddun. Konsep madani bagi orang
Arab memang mengacu pada hal-hal yang ideal dalam kehidupan.Konsep masyarakat
madani bersifat universal dan memerlukan adaptasi untuk diwujudkan di Negara
Indonesia mengingat dasar konsep masyarakatmadani yang tidak memiliki latar
belakang yang sama dengan keadaan sosial-budaya masyarakat Indonesia.
Konsep Masyarakat Madani sangat baru dikalangan masyarakat
Indonesia sehingga memerlukan proses dalam pengembangannya. Hal ini
bukan merupakan hal yang mudah, oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang
efektif, sistematis, serta kontinyu sehingga dapat merubah paradigma dan
pemikiran masyarakat Indonesia.
C. Karakteristik
Masyarakat Madani
Terdapat
sepuluh ciri yang menjadi karakteristik masyarakat tersebut, yaitu:
Universalitas, supermasi, keabadian, dan pemerataan kekuatan adalah empat ciri
yang pertama. Ciri yang kelima, ditandai dengan kebaikan untuk bersama. Ciri
ini bisa terwujud jika setiap anggota masyarakat memiliki akses pemerataan
dalam memanfaatkan kesempatan. Keenam, jika masyarakat madani ditujukan
untuk meraih kebajikan umum, tujuan akhir memang kebajikan publik . Ketujuh,
sebagai perimbangan kebijakan umum, masyarakat madani juga memperhatikan
kebijakan perorangan dengan cara memberikan alokasi kesempatan kepada semua
anggotanya meraih kebajikan itu. Kedelapan, masyarakat madani,
memerlukan piranti eksternal untuk mewujudkan tujuannya. Piranti eksternal itu adalah masyarakat
eksternal. Kesembilan, masyarakat madani bukanlah sebuah kekuatan yang
berorientasi pada keuntungan. Masyarakat madani lebih merupakan kekuatan yang
justru memberi manfaat. Kesepuluh, kendati masyarakat madani memberi
kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya, tak berarti bahwa ia
harus seragam, sama dan sebangun serta homogen.
Banyak tokoh – tokoh dunia yang membeberkan
karakteristik maysarakat madani selain beberapa ciri – ciri yang sudah disebut
di atas. Adapun karakteristiknya, menurut Arendt dan
Habermas, antara lain :
1. Free Public Sphere, adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana
dalam mengemukan pendapat. Pada ruang publik yang
bebaslah
individu dalam posisinya yang setara mapu melakukan
transaksitransaksi
wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi
dan
kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk
mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam
sebuah
tatanan masyarakat, maka free publik sphere menjadi
salah satu bagian
yang harus diperhatikan. Karena dengan menafikan
adanya ruang
publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani,
maka akan
memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga
negara
dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan
kepentingan
umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
2. Demokratis, merupakan suatu entitas yang menjadi penegak yang
menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam
menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan
penuh untuk
menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk
berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya.
3. Toleran, merupakan sikap
yang dikembangankan dalam masyarakat
madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan
menghoramti
aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
4. Pluralisme, adalah pertalian sejati kebhenikaan dalam ikatan-ikatan
keadaban. Bahkan pluralisme adalah suatu keharusan
bagi
keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme
pengawasan dan pengimbangan,
5. Keadilan Sosial, dimaksudkan adanya keseimbangan dan pembagian
yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap
warga negara
yang mencakup
seluruh aspek kehidupan.
Namun, Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat
madani adalah pada penekanan pola komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep
egaliterian pada tataran horizontal dan konsep ketaqwaan pada tataran vertikal.
Nabi Muhammad telah meletakan dasar-dasar masyarakat madani yang relegius,
kebebasan, meraih kebebasan, khususnya di bidang agama, ekonomi, sosial dan
politik. Masyarakat madani yang dibangun Nebi Muhammad tersebut memiliki karakteristik
sebagai masyarakat beriman dan bertaqwa; masyarakat demokratis dan beradab yang
menghargai adanya perbedaan pendapat; masyarakat yang menghargai hak-hak asasi
manusia; masyarakat tertib dan sadar hukum; masyarakat yang kreatif, mandiri
dan percaya diri; masyarakat yang memiliki semangat kompetitif dalam suasana
kooperatif, penuh persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain dengan semangat
kemanusiaan universal (pluralistik). Sistem sosial madani ala Nabi, memiliki
ciri yang unggul kesetaraan, istiqomah,
mengutamakan partisipasi, dan demokratisasi.
Ciri-ciri yang unggul tersebut tetap relavan dalam
konteks waktu dan tempat yang berbeda, sehingga pada dasarnya prinsip itu layak
diterapkan apalagi di Indonesia yang mayoritas kebutuhan manusia dan masyarakat,
konteks dengan bangsa dan negara, konteks dengan sosial budaya, konteks dengan
perubahan dalam menuju masyarakat madani Indonesia.
D. Pilar-Pilar
Penegak Masyarakat Madani
1.Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga Swadaya Masyarakat (Non
Governmental Organization) NGO merupakan organisasi yang bertujuan untuk
mengembangkan pembangunan di tingkat Grassroots (akar rumput) masyarakat
miskin, biasanya melalui penciptaan dan dukungan terhadap kelompok-kelompok
swadaya local. Biasanya jumlah anggota kelompok ini berkisar diantara 20-50
anggota. Sasaran LSM adalah menjadikan kelompok-kelompok ini berswadaya setelah
proyeknya berakhir. LSM memiliki keunggulan dibandingkan jenis organisasi lain.
Goran Hayden menggambarkan keunggulan tersebut sebagai berikut:
1. LSM dekat dengan kaum miskin dan punya organisasi terbuka yang memudahkan informasi keatas
2. LSM mempunyai staff yang bermotivasi tinggi
3. LSM mempunyai efektifitas biaya serta bebas dari korupsi
4. LSM cukup kecil, terdesentralisasi, luwes dan mapan menerima feedback dari proyek yang dipromosikan
5. LSM lebih mampu mendorong penggunaan jasa-jasa pemerintah yang lebih baik
2. Pers
Pengertian pers dibatasi pada pengertian sempit dan pengertian luas, seperti dikemuka-kan oleh Oemar Seno Adji, Pers dalam arti sempit seperti diketahui mengandung pe-nyiaran-penyiaran pikiran, gagasan ataupun berita-berita dengan jalan kata tertulis. Se-baliknya, pers dalam arti yang luas memasuk-kan di dalamnya semua media mass communi-cations yang memancarkan fikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis mau pun dengan kata-kata lisan.
Pengertian pers menurut Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-keten-tuan Pokok Pers Pasal 1 ayat (1) adalah seba-gai berikut:
Pers adalah lembaga kemasyarakatan alat revolusi yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat teknik lainya.
3. Supremasi Hukum
Supremasi hukum ialah bahwa hukumlah yang berkuasa dalam arti bahwa pemerintahan dijalankan berdasarkan hukum secara konsisten tanpa pandang bulu dan bahwa tidak ada seorangpun kebal terhadap hukum.
1. LSM dekat dengan kaum miskin dan punya organisasi terbuka yang memudahkan informasi keatas
2. LSM mempunyai staff yang bermotivasi tinggi
3. LSM mempunyai efektifitas biaya serta bebas dari korupsi
4. LSM cukup kecil, terdesentralisasi, luwes dan mapan menerima feedback dari proyek yang dipromosikan
5. LSM lebih mampu mendorong penggunaan jasa-jasa pemerintah yang lebih baik
2. Pers
Pengertian pers dibatasi pada pengertian sempit dan pengertian luas, seperti dikemuka-kan oleh Oemar Seno Adji, Pers dalam arti sempit seperti diketahui mengandung pe-nyiaran-penyiaran pikiran, gagasan ataupun berita-berita dengan jalan kata tertulis. Se-baliknya, pers dalam arti yang luas memasuk-kan di dalamnya semua media mass communi-cations yang memancarkan fikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis mau pun dengan kata-kata lisan.
Pengertian pers menurut Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-keten-tuan Pokok Pers Pasal 1 ayat (1) adalah seba-gai berikut:
Pers adalah lembaga kemasyarakatan alat revolusi yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat teknik lainya.
3. Supremasi Hukum
Supremasi hukum ialah bahwa hukumlah yang berkuasa dalam arti bahwa pemerintahan dijalankan berdasarkan hukum secara konsisten tanpa pandang bulu dan bahwa tidak ada seorangpun kebal terhadap hukum.
4. Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi adalah tempat dimana civitas akademiknya masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan – kebijakan pemerintah, dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tesebut masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang betul – betul, menyuarakan kepentingan masyarakat (public).
5. Partai Politik
Perguruan Tinggi adalah tempat dimana civitas akademiknya masyarakat madani yang bergerak pada jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan – kebijakan pemerintah, dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tesebut masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang betul – betul, menyuarakan kepentingan masyarakat (public).
5. Partai Politik
Partai politik merupakan wahana bagi
warga negara untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Sekalipu memiliki
tendensi politis dan rawan akan hegemoni negara, tetapi bagaimanapun sebagai
sebuah tempat ekspresi politik wrganegara, maka partai politik ini menjadi
prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani.
E.
Masyarakat Madani Demokratisasi
Kaitan antara Masyarakat Madani dengan
Demokrasi
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M. Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat ko-eksistensi atau saling mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat madani merupakan “rumah” persemayaman demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi. Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun demokrasi. Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan. Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M. Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat ko-eksistensi atau saling mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat madani merupakan “rumah” persemayaman demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi. Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun demokrasi. Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan. Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.
F. Masyarakat
Madani Indonesia
Masyarakat
madani jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan alternatif yang
mengedepankan semangat demokrasi dan menjulang tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.
Hal ini diperlakukan ketika negara sebagai penguasa dan pemerintah tidak bisa
menegakkan demokrasi dan hak-hak asasi manusia dalam menjalankan roda
kepemerintahannya.
Sejak zaman Orde Lama
dengan rezim Demokrasi Terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi manipulasi peran
serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegemosi sebagai alat
legitimasi politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kegiatan dan usaha yang
dilakukan oleh anggota masyarakat dicurigai sebagai kontra-revolusi. Fenomena
tersebut merupakan indikasi bahwa di Indonesia pada masa Soekarno pun mengalami
kecenderungan untuk membatasi gerak dan kebebasan publik dalam mengeluarkan
pendapat.
Selain itu, banyak
pengambilalihan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan pembangunan, juga
merupakan bagian dari penyelewengan dan penindasan hak asasi manusia, karena
hak atas tanah yang aecara sah memqng dimiliki oleh rakyat, dipaksa dan diambil
alih oleh penguasa hanya karena alasan pembangunan yang sebenarnya bersifat
semu.
Melihat itu semua, maka
secara esensial Indonesia memang membutuhkan pemberdayan dan penguatan
masyarakat secara komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi
yang baik serta mampu menjunjung tinggi nilai-nilai Hak asasi Manusia.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat madani merupakan sistem
sosial yang subur berdasarka prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan
masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan
undang undang dan bukan nafsu atau keinginan individu. Perwujudan masyarakat
madani di tandai dengan karakteristik masyarakat madani, diantaranya wilayah
publik yang bebas (free public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan
(pluralism) dan keadilan sosial. Strategi membangun masyarakat madani di
Indonesia dapat dilakukan dengan integrasi nasionalndan politik, reformasi
sistem politik demokrasi, pendidikan dan penyadaran politik.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Raharjo,Masyarakat Madani di Indonesia,(Jakarta:
paramadina, 1999)
Komarudin
Hidaya,Pendidikan Kewarganegaraan,(Jakarta
: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2008)
Azyumardi Azra,Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Masyarakat
Madani,(Jakarta: ICCE Uin Syarif Hidayatullah,2000)
[1]
Dewan Raharjo,Masyarakat Madani di
Indonesia,(Jakarta: paramadina, 1999) hal.10
[2]
Komarudin Hidaya,Pendidikan
Kewarganegaraan,(Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2008) hal.176
[3]
Azyumardi Azra,Demokrasi dan Hak Asasi
Manusia Masyarakat Madani,(Jakarta: ICCE Uin Syarif Hidayatullah,2000) hal.240
Comments
Post a Comment